Semua aktivitas hidup memerlukan energi.
Berpikir, berolahraga, bahkan tidur pun memerlukan energi. Dari mana energi
berasal? Mobil mendapat energi dari bensin, sementara itu tubuh organisme
mendapat energi dari bahan makanan. Sumber energi untuk segala kehidupan kita
berasal dari cahaya matahari yang ditangkap oleh tumbuhan melalui klorofil.
Selanjutnya, dalam proses jaring-jaring makanan, energi yang terdapat dalam
makanan masuk dalam sistem pencernaan dan setelah dicerna menghasilkan zat-zat
makanan. Zat-zat makanan ini akan diangkut menuju sel-sel dan jaringan tubuh
baik pada konsumen pertama atau berikutnya. Nah, zat makanan ini di dalam
sel-sel tubuh akan mengalami proses katabolisme.
Metabolisme berasal dari kata metabole yang
artinya perubahan. Berubah di sini memiliki dua pengertian. Pertama, berubah
menjadi lebih kompleks disebut anabolisme, asimilasi, atau
sintesis. Kedua, berubah menjadi lebih sederhana disebut katabolisme
atau disimilasi.
Dengan demikian metabolisme meliputi dua macam
reaksi, yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme (biosintesis) merupakan
proses pembentukan makromolekul (lebih kompleks) dari molekul yang lebih
sederhana. Makromolekul yang dimaksud misalnya komponen sel (protein,
karbohidrat, lemak, dan asam nukleat). Oleh karena proses pembentukannya
memerlukan energi bebas maka disebut reaksi endergonik.
Katabolisme merupakan proses pemecahan
makromolekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Misalnya pengubahan
karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam proses respirasi. Proses ini
menghasilkan energi bebas sehingga disebut reaksi eksergonik. Energi
tersebut tersimpan dalam bentuk molekul pembawa energi tinggi antara lain adenosin
triphosphat (ATP) dan nikotinamida adenin dinukleotida phosphat
(NADPH). Semua proses metabolisme (anabolisme dan katabolisme) merupakan reaksi
enzimatis. Artinya, reaksi itu terjadi melalui keterlibatan enzim. Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai metabolisme marilah kita bahas terlebih dulu
mengenai enzim.
A.Peran Enzim
dalam Metabolisme
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi (makhluk hidup). Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem biologi, enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi. Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya tetap atau tidak berubah.
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi (makhluk hidup). Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem biologi, enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi. Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya tetap atau tidak berubah.
1.Komponen Enzim
Enzim (biokatalisator) adalah senyawa protein sederhana maupun protein kompleks yang bertindak sebagai katalisator spesifik. Enzim yang tersusun dari protein sederhana jika diuraikan hanya tersusun atas asam amino saja, misalnya pepsin, tripsin, dan kemotripsin. Sementara itu, enzim yang berupa protein kompleks bila diuraikan tersusun atas asam amino dan komponen lain.
Enzim (biokatalisator) adalah senyawa protein sederhana maupun protein kompleks yang bertindak sebagai katalisator spesifik. Enzim yang tersusun dari protein sederhana jika diuraikan hanya tersusun atas asam amino saja, misalnya pepsin, tripsin, dan kemotripsin. Sementara itu, enzim yang berupa protein kompleks bila diuraikan tersusun atas asam amino dan komponen lain.
Enzim lengkap atau sering disebut holoenzim,
terdiri atas komponen protein dan nonprotein. Komponen protein yang menyusun
enzim disebut apoenzim. Komponen ini mudah mengalami denaturasi,
misalnya oleh pemanasan dengan suhu tinggi. Adapun penyusun enzim yang berupa
komponen nonprotein dapat berupa komponen organik dan anorganik. Komponen
organik yang terikat kuat oleh protein enzim disebut gugus prostetik,
sedangkan komponen organik yang terikat lemah disebut koenzim. Beberapa
contoh koenzim antara lain: vitamin (vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin),
NAD (nikotinamida adenin dinukleotida), dan koenzim A (turunan asam
pentotenat). Komponen anorganik yang terikat lemah pada protein enzim disebut
kofaktor atau aktivator, misalnya beberapa ion logam seperti Zn2+, Cu2+, Mn2+,
Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+.
2.Cara Kerja Enzim
Salah satu ciri khas enzim yaitu bekerja secara spesifik. Artinya, enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu. Bagaimana cara kerja enzim? Beberapa teori berikut menjelaskan tentang cara kerja enzim.
a. Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim. Perhatikan Gambar 2.1 berikut.
Salah satu ciri khas enzim yaitu bekerja secara spesifik. Artinya, enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu. Bagaimana cara kerja enzim? Beberapa teori berikut menjelaskan tentang cara kerja enzim.
a. Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim. Perhatikan Gambar 2.1 berikut.
Selain sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik dapat diibaratkan sebagai sakelar yang dapat menyebabkan kerja enzim meningkat ataupun menurun. Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat (inhibitor), konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya berkurang. Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan aktivator (zat penggiat) maka enzim menjadi aktif kembali.
b. Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat. Perhatikan Gambar 2.2
Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat. Perhatikan Gambar 2.2
3.Penghambatan Aktivitas Enzim
Telah dijelaskan bahwa mekanisme kerja enzim dalam suatu reaksi kimia dilakukan melalui pembentukan kompleks enzim-substrat. Adakalanya reaksi kimia yang dikatalisir enzim mengalami gangguan, yaitu jika enzim itu sendiri mengalami penghambatan. Molekul atau ion yang menghambat kerja enzim disebut inhibitor. Terdapat tiga jenis inhibitor, yaitu inhibitor reversibel, inhibitor tidak reversibel, dan inhibitor alosterik.
Telah dijelaskan bahwa mekanisme kerja enzim dalam suatu reaksi kimia dilakukan melalui pembentukan kompleks enzim-substrat. Adakalanya reaksi kimia yang dikatalisir enzim mengalami gangguan, yaitu jika enzim itu sendiri mengalami penghambatan. Molekul atau ion yang menghambat kerja enzim disebut inhibitor. Terdapat tiga jenis inhibitor, yaitu inhibitor reversibel, inhibitor tidak reversibel, dan inhibitor alosterik.
a.Inhibitor Reversibel
Inhibitor reversibel meliputi tiga jenis hambatan berikut.
1) Inhibitor kompetitif (hambatan bersaing)
Pada penghambatan ini zat-zat penghambat mempunyai struktur mirip dengan struktur substrat. Dengan demikian, zat penghambat dengan substrat saling berebut (bersaing) untuk bergabung dengan sisi aktif enzim (Gambar 2.3).
Inhibitor reversibel meliputi tiga jenis hambatan berikut.
1) Inhibitor kompetitif (hambatan bersaing)
Pada penghambatan ini zat-zat penghambat mempunyai struktur mirip dengan struktur substrat. Dengan demikian, zat penghambat dengan substrat saling berebut (bersaing) untuk bergabung dengan sisi aktif enzim (Gambar 2.3).
2) Inhibitor nonkompetitif (hambatan tidak bersaing)
Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim berubah. Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan enzim untuk membentuk kompleks enzim-substrat (Gambar 2.4).
Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim berubah. Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan enzim untuk membentuk kompleks enzim-substrat (Gambar 2.4).
3) Inhibitor umpan balik
Hasil akhir (produk) suatu reaksi dapat menghambat bekerjanya enzim. Akibatnya, reaksi kimia akan berjalan lambat. Apabila produk disingkirkan, reaksi akan berjalan lagi.
Hasil akhir (produk) suatu reaksi dapat menghambat bekerjanya enzim. Akibatnya, reaksi kimia akan berjalan lambat. Apabila produk disingkirkan, reaksi akan berjalan lagi.
b.Inhibitor Tidak Reversibel
Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada enzim sehingga mengakibatkan bentuk enzim berubah. Perubahan bentuk enzim ini mengakibatkan berkurangnya aktivitas katalitik enzim tersebut. Hambatan tidak reversibel umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus enzim atau lebih yang terdapat pada molekul enzim.
Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada enzim sehingga mengakibatkan bentuk enzim berubah. Perubahan bentuk enzim ini mengakibatkan berkurangnya aktivitas katalitik enzim tersebut. Hambatan tidak reversibel umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus enzim atau lebih yang terdapat pada molekul enzim.
c.Inhibitor Alosterik
Pada penghambatan alosterik, molekul zat penghambat tidak berikatan pada sisi aktif enzim, melainkan berikatan pada sisi alosterik. Akibat penghambatan ini sisi aktif enzim menjadi tidak aktif karena telah mengalami perubahan bentuk.
Pada penghambatan alosterik, molekul zat penghambat tidak berikatan pada sisi aktif enzim, melainkan berikatan pada sisi alosterik. Akibat penghambatan ini sisi aktif enzim menjadi tidak aktif karena telah mengalami perubahan bentuk.
4.Sifat-Sifat Enzim
Secara ringkas sifat-sifat enzim dijelaskan sebagai berikut.Enzim merupakan biokatalisator.
Secara ringkas sifat-sifat enzim dijelaskan sebagai berikut.Enzim merupakan biokatalisator.
- Enzim dalam jumlah sedikit saja dapat mempercepat reaksi beribu-ribu kali lipat, tetapi ia sendiri tidak ikut bereaksi.
- Enzim bekerja secara spesifik. Enzim tidak dapat bekerja pada semua substrat, tetapi hanya bekerja pada substrat tertentu saja. Misalnya, enzim katalase hanya mampu menghidrolisis H2O2 menjadi H2O dan O2.
- Enzim berupa koloid. Enzim merupakan suatu protein sehingga dalam larutan enzim membentuk suatu koloid. Hal ini menambah luas bidang permukaan enzim sehingga aktivitasnya lebih besar.
- Enzim dapat bereaksi dengan substrat asam maupun basa. Sisi aktif enzim mempunyai gugus R residu asam amino spesifik yang merupakan pemberi atau penerima protein yang sesuai.
- Enzim bersifat termolabil. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu rendah, kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu, reaksi kimia yang dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi.
- Kerja enzim bersifat bolak-balik (reversibel). Enzim tidak dapat menentukan arah reaksi, tetapi hanya mempercepat laju reaksi mencapai kesetimbangan. Misalnya enzim lipase dapat mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, lipase juga mampu menyatukan gliserol dan asam lemak menjadi lemak.
Berdasarkan kegiatan di depan, kita dapat mengetahui dua faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu suhu dan konsentrasi enzim. Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim.
a.Suhu (Temperatur)
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Enzim pada suhu 0°C tidak aktif, akan tetapi juga tidak rusak. Jika suhu dinaikkan sampai batas optimum, aktivitas enzim semakin meningkat. Jika suhu melebihi batas optimum, dapat menyebabkan denaturasi protein yang berarti enzim telah rusak. Suhu optimum untuk aktivitas enzim pada manusia dan hewan berdarah panas ± 37°C, sedangkan pada hewan berdarah dingin ± 25°C. Hubungan antara suhu dengan kecepatan reaksi (enzimatis) dijelaskan dalam Gambar 2.6
b.pH (Derajat Keasaman)
Enzim mempunyai pH optimum yang dapat bersifat asam maupun basa. Sebagian besar enzim pada manusia mempunyai pH optimum antara 6–8, misalnya enzim tripsin yang mendegradasi protein. Namun, ada beberapa enzim yang aktif pada kondisi asam, misalnya enzim pepsin. Perubahan pH dapat mempengaruhi efektivitas sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim. Grafik hubungan antara pH dengan kecepatan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Enzim mempunyai pH optimum yang dapat bersifat asam maupun basa. Sebagian besar enzim pada manusia mempunyai pH optimum antara 6–8, misalnya enzim tripsin yang mendegradasi protein. Namun, ada beberapa enzim yang aktif pada kondisi asam, misalnya enzim pepsin. Perubahan pH dapat mempengaruhi efektivitas sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim. Grafik hubungan antara pH dengan kecepatan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.7.
c.Konsentrasi Enzim
Pada umumnya konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Hal ini berarti penambahan konsentrasi enzim mengakibatkan kecepatan reaksi meningkat hingga dicapai kecepatan konstan. Kecepatan konstan tercapai apabila semua substrat sudah terikat oleh enzim. Perhatikan grafik pada Gambar 2.8
Pada umumnya konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Hal ini berarti penambahan konsentrasi enzim mengakibatkan kecepatan reaksi meningkat hingga dicapai kecepatan konstan. Kecepatan konstan tercapai apabila semua substrat sudah terikat oleh enzim. Perhatikan grafik pada Gambar 2.8
d.Zat-zat Penggiat (Aktivator)
Terdapat zat kimia tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Misalnya, garam-garam dari logam alkali dalam kondisi encer (2%–5%) dapat memacu kerja enzim. Demikian pula dengan ion logam Co, Mg, Ni, Mn, dan Cl. Akan tetapi, mekanisme kerja zat penggiat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat zat kimia tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Misalnya, garam-garam dari logam alkali dalam kondisi encer (2%–5%) dapat memacu kerja enzim. Demikian pula dengan ion logam Co, Mg, Ni, Mn, dan Cl. Akan tetapi, mekanisme kerja zat penggiat ini belum diketahui secara pasti.
e.Zat-Zat Penghambat (Inhibitor)
Beberapa zat kimia dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya garam-garam yang mengandung merkuri (Hg) dan sianida. Dengan adanya zat penghambat ini, enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga tidak dapat menghasilkan suatu produk.
Beberapa zat kimia dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya garam-garam yang mengandung merkuri (Hg) dan sianida. Dengan adanya zat penghambat ini, enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga tidak dapat menghasilkan suatu produk.
0 komentar:
Posting Komentar